twitter
rss



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam Era globalisasi dan pasar bebas kita dihadapkan pada perubahan yang tidak menentu. Ibarat nelayan di “lautan lepas” yang dapat menyesatkan jika tidak memiliki “kompas” sabagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya. Hal tersebut telah mengakibatkan hubungan yang tidak linear antara pendidikan dengan lapangan kerja atau “one to one relevanship”, karena apa yang terjadi dalam lapangan kerja sulit diikuti oleh dunia pendidikan, sehingga terjadi kesenjangan. Menanggapi hal tersebut dan krisis moneter yang melanda negara-negara Asia akhir-akhir ini, direktur pacific economic cooperation (dalam tilaar, 1998; E. Mulayasa, 2002) menyatakan bahwa bangsa-bangsa khususnya di Asia Pasifik perlu mempunyai “outward and forward”,. Pembangunan Nasional jangan hanya melihat kebutuhan internal masyarakat dan dengan pandangan keluar dan ke depan, karena masyarakat dan bangsa kita adalah bagian dari suatu masyarakat dunia yang semakin menyatu. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan pakar ekonomi, bahwa dalam era globalisasi dunia tak ubahnya seperti suatu desa (desa dunia), kejadian diujung yang satu akan segera diketahui dari ujung lainnya. Dengan demikian era globalisasi bukan saja suatu era yang berbasis teknologi informasi tetapi juga berbasis transparansi. Yang akan melejitkan kemampuan luar biasa manusia tanpa batas. Era ini akan menjadi era yang sangat berbahaya bagi manusia, dan akan mengancam ketentraman hidup manusia, bahkan tidak menutup kemungkinan musnahnya makhluk manusia, tatkala iman dan takwa sudah tidak ada lagi di dada mereka. Mereka akan menjadi hamba makhluk yang gersang, dan hanya akan menjadi hamba dunia. Oleh karena itu, kita harus senantiasa waspada agar setan yang berbentuk kemewahan dunia tidak mengasai dan menyesatkan manusia.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, berbagai analisis menunjukkan bahwa pendidikan Nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu mendapat penanganan secepatnya, di antaranya berkaitan dengan masalah relevansi, atau kesesuaian antara bangunan. Dalam kerangka inilah pemerintah menggagas KTSP, sebagai tindak lanjut kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi. KTSP merupakan kurikulum operasional yang pengembangannya diserahkan kepada daerah dan satuan pendidikan. Dengan dimikian, melalui KTSP ini pemerintah berharap didikan dan pembangunan, serta kebutuhan dunia kerja dapat segera teratasi.

1.2  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini bahasan yang melingkupi, antara lain :
1.2.1        Bagaimana Konsep Dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan?
1.2.2        Bagaimanakah tujuan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan?
1.2.3        Bagaimana serta apa saja landasan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah?
1.2.4        Bagaimana karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan secara umum?

1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui konsep dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
1.3.2        Untuk mengetahui apa saja tujuan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
1.3.3        Untuk mengetahui apa saja landasan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah.
1.3.4        Untuk mengetahui bagaimana karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan secara umum.


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Kurikulum, Sejarah dan Konsep Dasar KTSP.
2.1.1 Pengertian Kurikulum
Sebelum jauh membahas tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hendaknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian kurikulum itu sendiri. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 19).
Dalam sumber lain dikatakan bahwa Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran. Kurikulum bukan hanya merupakan rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan yang berlangsung di dalam kelas (Beauchamp 1968, hlm 6).
2.1.2  Sejarah Munculnya KTSP
a. Dari Sudut Pandang Nasionalisme
Pada hakikatnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3). Berangkat dari idealisme pendidikan yang demikian itu, undang-undang tersebut mengamanatkan agar proses pendidikan mengarah kepada terbentuknya kualitas manusia Indonesia seutuhnya.
Keutuhan harus dimengerti sebagai utuh eksistensi (keberadaan) maupun potensi. Dalam pengertian utuh eksistensi, kualitas manusia Indonesia yang diharapkan adalah manusia yang berguna dalam kapasitasnya sebagai insan Tuhan, insan pribadi, insan sosial, dan insan politik. Utuh dalam pengertian potensi, adalah kemampuan produk pendidikan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikotor, atau cerdas spiritual, emosional, dan intelektual. Selain itu, diperlukan produk pendidikan yang berwawasan global yang berpijak lokal, memiliki kualitas Internasional tanpa meninggalkan wawasan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme.
Penjelasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berpijak dari tuntutan tersebut, pendidikan harus mampu menyesuaikan diri, yang diwujudkan dalam proses pendidikan yang aktif, kreatif, dinamis, inovatif, dan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan peserta didik dalam konteks lokal, nasional, dan internasional.
Tuntutan reformasi dan demokratisasi tersebut berimplikasi pada pembaharuan sistem pendidikan, salah satunya adalah kurikulum. Diperlukan diversifikasi kurikulum untuk dapat melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam. Dengan kata lain, diperlukan kurikulum yang kontekstual, dalam arti internasional, nasional, dan lokal. Setiap daerah, bahkan setiap sekolah, mempunyai potensi, kebutuhan, dan persoalan masing-masing, yang tidak bisa dengan mudah diseragamkan. Bukan berarti meniadakan kurikulum nasional. Kurikulum lokal disusun berdasarkan kerangka kurikulum nasional. Hal itu sejalan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 38 ayat (2), Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota untuk pendidikan dasar dan Propinsi untuk pendidikan menengah. Atas dasar itulah, setiap sekolah / kelompok sekolah dan komite sekolah wajib menyusun kurikulum, yang digunakan sebagai acuan penyelenggaraan proses pendidikan di satuan pendidikan tersebut, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Mengingat adanya keberagaman etnis, budaya, kemampuan, dan potensi daerah selama ini belum terakomodir secara optimal dalam pengembangan kurikulum pendidikan nasional. Padahal keberagaman tersebut merupakan aset yang dapat dikembangkan menjadi nilai-nilai keunggulan nasional.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya tanggung jawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggung jawab daerah. Oleh sebab itu dilihat dari pola dan model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat desentralistik.

b. Dari Sudut Pengembangan Kurikulum
   Sebenarnya dalam Kurikulum 2004 juga sudah dikenal adanya KTSP, namun tidak semua sekolah diwajibkan menyusunnya. Hanya sekolah-sekolah yang memenuhi beberapa kriteria yang boleh menyusun KTSP, yaitu sekolah yang memiliki tenaga pengajar yang kompeten, memiliki biaya yang cukup, kepemimpinan yang baik dan berorientasi ke masa depan.
Berbeda dalam kurikulum 2004, dimana hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang boleh menyusun KTSP, dalam kurikulum 2006  semua sekolah wajib menyusunnya tanpa perkecualian, sehingga idealnya KTSP sekolah satu dengan lainnya tidak sama, karena karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah satu dan lainnya berbeda-beda. Akan tetapi satuan pendidikan boleh mengadopsi atau mengadaptasi model KTSP yang tersedia dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi peserta didik serta kondisi sumber daya pendidikan sekolah yang bersangkutan.
Dengan lahirnya KTSP, menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan bukan hanya ke daerah-daerah, melainkan ke sekolah-sekolah. Sekolah menjadi lebih otonom dalam melaksanakan tugas pokoknya untuk mencerdaskan  peserta didiknya. Karena guru dan pihak sekolah diberi wewenang yang luas untuk menyusun sendiri kurikulumnya dengan berpegangan pada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta panduan-panduan yang telah disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Dengan demikian kurikulum di Indonesia menjadi sangat bervariasi dalam banyak hal, kecuali dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang sudah ditetapkan secara nasional oleh Pusat.  

2.1.3  Konsep Dasar KTSP
Dalam proses pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Sebagai alat yang penting untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya dapat menyesuaikan terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta canggihnya teknologi.
Disamping itu, kurikulum harus bisa memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran pada suatu lembaga. Oleh karena itu, wajar bila kurikulum selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang terjadi.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam sumber lain disebutkan bahwa KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan  kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan / sekolah.
Dari beberapa sumber tersebut, jelas dikatakan bahwa pengertian KTSP merupakan kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta komite sekolah dan dewan pendidikan. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
§  KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
§  Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/ kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
§  Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Dalam standar nasional pendidikan ( SNP pasal 1,ayat 15 ) dikemukakan bahwa kurikulum Tingkat pendidikan ( KTSP ) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
1.      Pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.      Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.




2.2 Tujuan KTSP
Secara umum tujuan KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan.
Sedangkan tujuan secara khusus dapat dirincikan sebagai berikut:
1.      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
Melalui KTSP penentu kualitas sekolah benar-benar tergantung pada kemandirian setiap sekolah dalam menggali dan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. KTSP memberikan kesempatan kepada setiap sekolah untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan sesuai dengan karakteristik sekolah itu sendiri. sekolah dituntut melakukan isnisiatif dalam menggali secara mandiri berbagai potensi dan sumber daya untuk mendukung programnya termasuk kurikulum yang dikembangkannya. Karena itu itu setiap komponen sekolah dari kepala sekolah hingga guru-guru dituntut untuk lebih aktif dan kreatif melakukan berbagai upaya agar semua kebutuhan sekolah terpenuhi.
2.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
Sebagai kurikulum operasional KTSP menuntut keterlibatan masyarakat secara penuh, sebab tanggung jawab pengembangan kurikulum tidak lagi berada di pemerintah, akan tetapi berada di tangan sekolah, sementara itu berkembangnya sekolah itu sendiri, sangat bergantung pula pada seberapa besar keterlibatan masyarakat terhadap sekolah.
3.      Meningkatkan kompetensi yang sehat antarsatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai
Dengan KTSP sekolah tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah diatur oleh pusat, tetapi juga sebagai pengambil keputusan tentang pengembangan dan implementasi kurikulum. Dengan KTSP sekolah diharapkan berlomba satu dengan yang lain dalam menyusun program kurikulum sekaligus berlomba dalam implementasinya, sehingga tercipta persaingan antar sekolah menuju pencapaian pendidikan yang lebih bermutu.

Oleh Karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagai berikut:
1.      Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2.      Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3.      Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4.      Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat sekitar.
5.      Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
6.      Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
7.      Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP.

2.3 Landasan Pengembangan KTSP
Pengembangan kurikulum adalah proses atau kegiatan yang sengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di Sekolah. Seller dan Miller (1985) mengatakan dahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukuan secara terus-menerus. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan isi pengembangan kurikulum, yaitu rentangan kegiatan dan tujuan kelembagaan yang berhubungan dengan visi dan misi sekolah.
Dalam Pengembangan KTSP didasarkan pada 2 landasan pokok, yakni landasan empiris dan landasan formal. Yang menjadi landasan empirik diantaranya adalah:
·         Adanya kenyataan rendahnya kualitas pendidikan kita baik dari proses ataupun hasil.
·         Indonesia adalah negara yang sangat luas yang memiliki keragaman sosial budaya dengan potensi dan kebutuhan yang berbeda.
·         Peran sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum bersifat pasif.
Sedangkan yang menjadi landasan formal, KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia sebagai berikut:
·         Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
·         Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
·         Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
·         Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
·         Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas No 22, 23.
·         Permen No. 24 tahun 2007 tentang Sarana – Prasarana
·         Permen No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan.
·         Permen No. 20. tahun 2007 tentang Standar Penilaian.
Pasal-pasal yang melandasi KTSP dapat dikemukakan sebagai berikut:
1).  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Dalam Undang-Undang Sisdiknas dikemukakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang haraus ditingkatkan secara berencana dan berkala. SNP digunakan sebagai acuan pengembengan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pemgelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan standar nasional pendidikan  serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, pengendalian mutu pendidikan.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah  dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam undang-undang sisdiknas juga dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Ketrampilan/Kejuruan, dan Muatan Lokal. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkn oleh pemerintah. Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan  dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk setiap Progaram Studi.

2). Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.
Peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 adalah peraturan tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujun,isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum oprasional yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar isi. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Sedang standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/ akademik.
            Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diorganisasikan kedalam lima kelompok yaitu:
a.  Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b.  Kelompok mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan kepribadian;
c.  Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d.  Kelompok mata pelajaran estetika;
e.  Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Setiap kelompok mata pelajaran diatas dilaksanakan secara holistik, sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik, semua kelompok matapelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan. Sedangkan penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun BSNP. Dalam hal ini, sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.

3).  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 mengatur tentang standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi, mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

4).  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006.
                Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006 mengatur Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar.

5).  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 Tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan SKL dan Standar Isi. Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan, berdasarkan pada :
a.       Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 27;
c.       Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
d.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam Permendiknas tersebut dikemukakan pula bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan, dengan memperhatikan panduan penyusunan KTSP pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sementara bagi satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang belum atau tidak mampu mengembangkan kurikulum sendiri dapat mengadopsi atau mengadaptasi model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun oleh BSNP, ditetapkan oleh kepala satuan Pendidikan Dasar dan Menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/ Madrasah, dan penerapannya bisa dimulai tahun ajaran 2006/2007.
6)        Permen No. 24 tahun 2007 tentang Sarana - Prasarana
Pasal 1. a. Standar sarana dan prasarana untuk sekolah dasar / madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama / madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas / madrasah aliah (SMA/MA). Mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum prasarana.
b. Standar Sarana dan Prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat  (1). tercantum pada Lampiran Peraturan Mentri ini.
Pasal 2. Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok pemukiman permanen dan terpencil dan penduduknya kurang dari 1000 (seribu) jiwa dan yang tidak bisa dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jarak tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki yang tidak membahayakan dapat menyimpangi standar sarana dan prasarana sebagaimana diatur dalam PeraturanMenteri ini.
Pasal 3. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
7)        Permen No. 19 tahun 2007 tentang standar pengelolaan.
Pasal 1. a. Setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional.
b. Standar pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksut pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2.  Peraturan Menteri ini mulai berlaku mulai tanggal ditetapkan.
8)        Permen No. 20. tahun 2007 tentang standar penilaian.
Pasal 1. a. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional.
b.  Standar penilaian pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan menteri ini.

2.4  Karakteristik KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum yang disusun di tingkat satuan pendidikan sehingga mempunyai karakteristik yang membedakan dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Adapun karakteristik dari KTSP adalah :
1.  KTSP merupakan kurikulum yang menggunakan empat desain kurikulum sekaligus yaitu :
a. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Desain kurikulum ini merupakan desain yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu(Anonim, 2008 : 41). Dilihat dari desainnya, KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu. Hal ni dapat dilihat dari (1) struktur program KTSP yang memuat sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dan mata pelajaran yang harus dipelajari itu selain sesuai dengan nama-nama disiplin ilmu juga ditentukan jumlah jam pelajarannya; (2) kriteria keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran.
b. Desain Kurikulum Berorintasi pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari desain kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah yaitu melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena tu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum (Anonim, 2008 : 43). KTSP merupakan kurikulum yang berorientasi pada masyarakat. Hal itu terlihat dari :
1)  Salah satu prinsip pengembangannya adalah relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan KTSP dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kebutuhan masyrakat, dunia usaha, dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
2)  Acuan operasional penyusunan KTSP memperhatikan kondisi sosial  budaya masyarakat setempat dan kesetaraan gender. KTSP harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang pelestarian keragaman budaya serta harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan dan mendukung upaya kesetaraan gender.
c. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan siswa sebagai sumber isi kurikulum (Anonim, 2008 : 46). Hal itu tampak pada salah satu prinsip pengembangan KTSP yaitu berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. KTSP dikembangkan berdasrkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengebangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
d. Desain Kurikulum Teknologis
Model desain kurikulum teknologi difokuskan pada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Desain instruksional menekankan pada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, tes, dan pengembangan bahan ajar (Anonim 2008 : 48). KTSP merupakan kurikulum teknologis, hal ini dapat dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan menjadi indikator hasil belajar, yakni sejumlah perilaku yang terukur sebagai bahan penilain.
2.      KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu.
Prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan materi pelajaran melalui berbagai pendekatan dan strategi pembelajaran yang disarankan misalnya pendekatan CTL yang salah satu ciri utamanya adalah inquiri. Demikian juga secara tegas dalam struktur kurikulum terdapat komponen pengembangan diri, yakni komponen kurikulum yang menekankan kepada aspek pengembangan minat dan bakat individu peserta didik.
3.        KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah.
Salah satu acuan operasional penyusunan KTSP yaitu keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan. KTSP disusun dengan memperhatikan bahwa daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalman hidup sehari-hari. Oleh karena itu KTSP disusun dengan memperhatikan keragaman tersebut unruk menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
4.        KTSP merupakan kurikulum yang memberikan otonomi yang luas kepada sekolah atau satuan pendidikan dalam penyusunan, pengembangan, serta pelaksanaannya.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan dan berdasarkan pada standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dilihat dari pengertian KTSP tersebut, terlihat jelas bahwa sekolah (satuan pendidikan) mempunyai otonomi yang luas baik pada penyusunan, pengembangan maupun pelaksanaannya. Hali ini diperkuat lagi dengan acuan operasional penyusunan KTSP harus memperhatikan karakteristik satuan pendidikan. KTSP harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan ciri khas satuan pendidikan.
Dengan pemberian otonomi yang luas kepada masing-masing sekolah (satuan pendidikan) dalam penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan KTSP, seyogyanya pengembangan kurikulum yang dilakukan sekolah harus mempertimbangkan SDM, sarana serta kearifan lokal yang dimiliki. Sekolah berhak me-reformulasi ulang tatanan kurikulum yang sudah ada. Namun, formulasi yang dibuat tetap harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan pemerintah, dalam hal ini adalah BSNP. Formulasi yang dibuat harus dapat menonjolkan nilai jual atau nilai lebih dari sekolah penyusunnya.


BAB 3. PENUTUP


3.1 Kesimpulan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan kurikulum yang saat ini sedang hangat dibicarakan dimana-mana. Kurikulum ini mulai diberlakukan secara bertahap sejak tahun ajaran 2006 yang memberikan keleluasaan kepada guru dan sekolah (lembaga tingkat satuan pendidikan) untuk mengembangkannya yaitu untuk menggerakkan mesin utama pendidikan yakni pembelajaran. Dengan adanya kurikulum ini, pembelajaran dapat lebih disesuaikan dengan kondisi di setiap daerah bersangkutan, tetapi dalam prakteknya sebagian besar guru masih belum memahami tentang pembelajaran dengan penggunaan kurikulum KTSP. Oleh karena itu, sebagai calon guru, paling tidak harus mengetahui konsep dasar tentang KTSP. Dalam makalah ini telah dibahas mengenai konsep dasar KTSP yang berisi tentang pengertian, komponen-komponen dan landasan penyusunan KTSP, selain itu juga mengenai tujuan, landasan pengembangan, serta karakteristik KTSP.

3.2    Saran
1.      KTSP perlu disosialisasikan secara utuh, yang meliputi; a) pengembangan silabus, b) pengembangan sistem pengujian berbasis kelas, c) pengintegrasian life skill ke dalam silabus, d) modifikasi model pembelajaran.
2.      Sekolah perlu melengkapi pedoman – pedoman pelaksanaan KTSP.
3.      Pembinaan dan pelatihan serta monitoring implementasi KTSP perlu dilakukan secra continue mengingat KTSP adalah kurikulum yang sangat fleksibel dalam pelaksanaannya sehingga menuntut adanya kejelian dari para pelaksana kurikulum tersebut dalam memodifikasinya tanpa harus mengurangi karakteristik kurikulum itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA


Oemar. Hamalik.1994.Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta:Bumi Aksara
www.emalianty.blogspot.com/2008/12/landasan-ktsp.html
www.7assalam9.wordpress.com/konsep-dasar-ktsp/
www.7assalam9.wordpress.com/tujuan-ktsp/
www.pojokhermanto.blogspot.com/2009/01/karakteristik-ktsp.html
www.sarilestari03.wordpress.com/2012/04/19/karakteristik-ktsp/

0 komentar:

Posting Komentar