twitter
rss



A. Pengertian dan Macam-macam Hak Asasi Manusia
Definisi hak asasi manusia menurut para ahli, antara lain :
1.      John Locke menyatakan macam-macam Hak Asasi Manusia yang pokok adalah:
a. Hak hidup (the rights to life);
b. Hak kemerdekaan (the rights of liberty);
c. Hak milik (the rights to property).
2.      Thomas Hobbes menyatakan bahwa satu-satunya Hak Asasi Manusia adalah hak hidup.
3.      Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Macam-Macam HAM
1.Hak asasi pribadi(personal right) Contohnya :
ü  Hak mengemukakan pendapat
ü  Hak memeluk agama
ü  Hak beribadah
ü  Hak kebebasan berorganisasi/berserikat
2. Hak asasi ekonomi (property right) Contohnya :
ü  Hak memiliki sesuatu
ü  Hak membeli dan menjual
ü  Hak mengadakn suatu perjanjian/kontrak
ü  Hak memilih pekerjaan
3. Hak asasi untuk mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama dalam keadilan hukum dan pemerintahan(right of legal equality) Contohnya :
ü  Hak persamaan hukum
ü  Hak asas praduga tak bersalah
ü  Hak untuk diakui sebagai WNI
ü  Hak ikut serta dalam pemerintahan
ü  Hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu
ü  Hak mendirikan partai politik
4. Hak asasi politik(political right)
ü  Hak untuk diakui sebagai WNI
ü  Hak ikut serta dalam pemerintahan
ü  Hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilu
ü  Hak mendirikan partai politik
5. Hak asasi sosial dan budaya(social and cultural right)
ü  Hak untuk memilih pendidikan
ü  Hak mendapat pelayana kesehatan
ü  Hak mengembangkan kebudayaan
6. Hak asasi untuk mendapat perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum (procedural right). Hak mendapatkan perlakuan yang wajar dan adil dalam penggeledahan,penangkapan,peradilan dan pembelaan hukum
B. Hak Berbicara
Kebebasan berbicara ( Freedom of speech) adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian. dapat disebut pula dengan istilah kebebasan berekspresi yang kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan bukan hanya kepada kebebasan berbicara lisan, akan tetapi, pada tindakan pencarian, penerimaan dan bagian dari informasi atau ide apapun yang sedang dipergunakan. Walaupun kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi yang terkait erat dengan sebuah kebebasan, namun berbeda dan tidak terkait dengan konsep kebebasan berpikir atau kebebasan hati nurani.
            Kebebasan mengemukakan pendapat dan ungkapan tidak dapat dikekang oleh siapapun termasuk negara. Walaupun seandainya negara mampu membatasi kebebasan ini dalam kekuasaan hukumnya, namun tidak ada yang dapat mengekang pikiran, pendapat, dan ungkapan yang bebas.
            Kebebasan, harta benda, kebebasan berbicara, kebebasan beragama merupakan contoh dari kebebasan – kebebasan negatif, karena kebebasan – kebebasan itu tumbuh subur apabila tidak dicampuri oleh negara. Sementara itu hak – hak positif meliputi hak atas pendidikian, pekerjaan, persamaan ekonomi, keamanan sosial, dan kelangsungan hidup membutuhkan tindakan nyata dan tegas dari pihak negara. Hak – hak itu mengungkapkan tuntutan tegas atas pemerintah dan menimbulkan pengerahan sumber daya secara besar – besaran.
            Kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan informasi merupakan salah satu tonggak penting sebuah sistem demokrasi dan telah ditegaskan dalam Deklarasi Umum PBB tentang Hak – Hak Asasi Manusia tahun 1948 menetapkan hak setiap orang untuk bebas menyatakan pendapat. Selain itu, juga dijelaskan pada pasal 19 UUD 1945, “ Setiap orang berhak atas kebebasan pendapat dan ungkapan, hak ini meliputi hak kebebasan mengemukakan pendapat tanpa campur tangan dan mencari, menerima dan memberi keterangan dan pendapat melalui media apapun tanpa memandang batas – batas negara.
            Kebebasan menyatakan pendapat berlaku tidak saja bagi informasi serta ide – ide yang diterima dengan senang hati namun juga berlaku informasi yang menyakitkan hati, mengejutkan atau meresahkan. Dengan kata lain hak itu melindungi pula pendapat – pendapat yang sangat pribadi, bahkan pendapat yang tidak seimbang. Keberanian akan tantangan yang dikemukakan lewat pendapat dan keberanian karena telah melakukan kebebasan mengemukakan pendapat dan ungkapan merupakan alat dasar untuk menjamin setiap kebebasan dasar lainnya.
            Hak kebebasan menyatakan pendapat itu pada prinsipnya berlaku bagi setiap orang, hak tersebut bukan hak istimewa yang diberikan kepada orang tertentu atau kelompok tertentu. Sekaligus, hak ini mencakup hak untuk menerima informasi dan hak masyarakat untuk medapatkan informasi yang memadai.
C. Bentuk dan Tata cara penyampaian pendapat dimuka umum menurut UU No. 9 tahun 1998
1.    Pasal 9
(1)   Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
·         unjuk rasa atau demonstrasi;
·          pawai;
·         rapat umum; dan atau
·         mimbar bebas.

(2)   Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:
·         Di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;
·         pada hari besar nasional.
(3)   Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
2.    Pasal 10
(1)   Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
(2)   Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.
(3)   Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
(4)   Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
3.    Pasal 11
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat:
a. maksud dan tujuan;
b. tempat, lokasi, dan rute;
c. waktu dan lama;
d. bentuk;
e. penanggung jawab;
f. nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g. alat peraga yang dipergunakan; dan atau
h. jumlah peserta.
4.    Pasal 12
·         Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib, dan damai.
·         Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.
5.    Pasal 13
(1)    Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib:
·         segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;
·         berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;
·         berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;
·         mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.
(2)    Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.
(3)    Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
6.    Pasal 14
Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
D. Aturan-aturan hukum yang mengatur tentang kebebasan mengeluarkan pendapat dimuka umum
a. Tap MPR RI No XVSII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 14, 19, 20, dan 21
·       Pasal 14
Setiap orang berhak menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani
·      Pasal 19
Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat
·      Pasal 20
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
·      Pasal 21
Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengola, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
b. UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
·         Pasal 14
(1)Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
(2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
·         Pasal 23 ayat (2)
Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
·         Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Hak Berbicara di Indonesia
Mengemukakan pendapat bagi setiap warga negara dapat dilakukan melalui saluran tradisional dan saluran moderen. Perangkat perundang-undangan dalam mengatur kemerdekaan mengemukakan pendapat pada dasarnya dimaksudkan agar setiap orang dalam mengemukakan pendapatnya dilakukan secara bebas dan bertanggung jawab.
            Yang dimaksudkan dengan setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat dapat berbentuk ungkapan atau pernyataan dimuka umum atau dalam bentuk tulisan ataupun juga dapat berbentuk sebuah aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Unjuk rasa atau demonstrasi dalam kenyataan sehari-hari sering menimbulkan permasalahan dalam tingkatan pelaksanaan, meskipun telah dijamin dalam konstitusi kita namun tata cara dan pelaksanaan unjuk rasa sering kali melukai spirit demokrasi itu sendiri. Aksi unjuk rasa seringkali berubah menjadi aksi yang anarkis dan melanggar tertib sosial yang telah terbangun dalam masyarakat. Seperti pada tahun 1998 disaat awal mula tumbangnya Soeharto dimana puluhan ribu mahasiswa berunjuk rasa turun keruas-ruas jalan di Jakarta merupakan sebuah momen dimana unjuk rasa dapat menjadi aksi anarkis berupa perampokan, penjarahan dan pembakaran bahkan yang lebih parah aksiunjuk rasa dapat memakan korban jiwa. Dengan melihat kondisi yang demikian tersebut Pemerintah pada tahun 1998 mengeluarkan Undang-Undang Nomer 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Meskipun tidak menyentuh secara detail tata cara dan pelaksanaan dari unjuk rasa itu sendiri namun Undang-undang ini memberikan sedikit harapan agar dikemudian hari aksi unjuk rasa tidak selalu diwarnai dengan aksi-aksi anarkis.
















Daftar Pustaka
Haas, Robert. 1998. Hak-Hak Asasi Manusia Dan Media. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sukarno. 1986. Pers Bebas Bertanggung Jawab. Jakarta: Departemen Penerangan RI
Tap MPR No. XVII Tahun 1998 tentang HAM
Undang-undang dasar 1945
Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyatakan pendapat dimuka umum

0 komentar:

Posting Komentar